Ethical Governance
A.
Governance System
Ethical Governance (Etika
Pemerintahan) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan
nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical
Governance (Etika Pemerintahan) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan
ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan adalah
peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia
menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada
kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat
buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man). Kesusilaan mendorong
manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin
dan lain-lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan
seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan
esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah
batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi
bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan
dipaksakan dari luar dan bersifat otonom. Kesopanan adalah peraturan hidup yang
timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan
sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan dasarnya
adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku
dalam pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut pula
sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan
kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap
lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan
masyarakat dalam pergaulan.
Tujuan bukan pribadinya akan tetapi
manusia sebagai makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan
lain-lain), yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara.
Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah
masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan.
Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam
masyarakat). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu
bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip
pemerintahan dan fundamental etikanya di dalam masyarakat sering kali
dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi,
kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam
pengertian bersama tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah
konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus
bersama ke pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.
B.
Budaya etika & Penerapan Budaya
Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian
para pimpinannya Budaya etika adalah perilaku yang etis. Penerapan budaya etika
dilakukansecara top-down. Langkah-langkah penerapan :
Penerapan
Budaya
Etika Corporate Credo : Pernyataan ringkas mengenai
nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan.
A. Komitmen
Internal :
·
Perusahaan terhadap karyawan
·
Karyawan terhadap perusahaan
·
Karyawan terhadap karyawan lain.
B. Komitmen
Eksternal:
·
Perusahaan terhadap pelanggan
·
Perusahaan terhadap pemegang saham
·
Perusahaan terhadap masyarakat
Penerapan
Budaya Etika
Program Etika : Sistem yang dirancang dan
diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan agar melaksanakan corporate credo.
Contoh : Audit etika Kode Etik Perusahaan Lebih dari
90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut
dalam melaksanakan aktivitasnya.
Contoh : IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines
(Panduan Perilaku Bisnis IBM).
C.
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia,
baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun
pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang
memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU
Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau
Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada
prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai
melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan
direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural
perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi,
komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk
meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan
untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal
melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai
dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan
struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan
dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya
pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu
pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum
maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang
tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang baik
sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan
cepat.
1. Pengertian
GCG
Mencuatnya
skandal keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom,
Tyco, Global Crossing dan yang terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan
kualitas Good Corporate Governance (GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo
(2007:7). Istilah GCG secara luas telah dikenal dalam dunia usaha. Berikut ini
adalah beberapa pengertian GCG :
a. Menurut
Hirata (2003) dalam Pratolo (2007:8),
pengertian “CG yaitu hubungan antara perusahaan dengan pihak-pihak
terkait yang terdiri atas pemegang saham, karyawan, kreditur, pesaing,
pelanggan, dan lain-lain. CG merupakan mekanisme pengecekan dan pemantauan
perilaku manejemen puncak”.
b. Menurut
Pratolo (2007:8), “GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang
memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan
cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut”.
c. Zaini dalam
Tjager (2003:iv) menambahkan bahwa “CG sebagai sebuah governance system
diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan investor terhadap korporasi melalui
mekanisme control and balance antar berbagai organ dalam korporasi, terutama
antara.
d. Dewan
Komisiaris dan Dewan Direksi”. Secara sederhananya, CG diartikan sebagai suatu
sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi.
2. Prinsip-prinsip
dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip
GCG merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam
sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang
dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang
penerapan praktek GCG pada BUMN.
a. Transparansi
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan
mengenai perusahaan. Contohnya mengemukakan informasi target produksi yang akan
dicapai dalam rencana kerja dalam tahun mendatang, pencapaian laba.
b. Kemandirian
suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang
membangun pabrik, tetapi limbahnya tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg
dapat merugikan piha lain.
c. Akuntabilitas
kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Misalnya
seluruh pelaku bisnis baik individu maupun kelompok tidak boleh bekerja asal
jadi, setengah-setengah atau asal cukup saja, tetapi harus selalu berupaya
menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan hasil yang bermutu tinggi.
d. Pertanggungjawaban
kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Contohnya dalam hal ini Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam
menjalankan kegiatan operasi perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang
telah ditetapkan.
e. Kewajaran (fairness)
keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Misalnya memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan
yang sama terhadap semua rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi
pelanggan/pembeli, dan sebagainya.
D.
Kode
Perilaku Korporasi dan Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi (Corporate
Code Of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang
berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan
terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis,
dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu
contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code of
conduct) adalah sebagai berikut :
PT. NINDYA KARYA (Persero) telah
membentuk tim penerapan Good Corporate Governance pada tanggal 5 Februari 2005,
melalui Tahapan Kegiatan sebagai berikut: Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan
sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa
seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang
adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan
dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke
seluruh Wilayah.
Melakukan evaluasi
tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good
Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah
diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Adapun Prinsip-prinsip Good Corporate
Governance di PT NINDYA KARYA (Persero) adalah sebagai berikut :
- Pengambilan Keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
- Mendorong untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien.
- Mendorong dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake holder lainnya.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance,
diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
- Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
- Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
- Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
- Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
- An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing Committee along with its Scope of Work.
- Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar