Terlepas dari sejarah
yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia,
maka menurut UUD’45, sistem perekonomian pancasila tercermin dalam pasal-pasal
23, 27, 33, dan 34. Sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia adalah Sistem
Ekonomi Pancasila yang di dalamnya terkandung demokrasi ekonomi. Demokrasi
ekonomi berarti bahwa kegiatan ekonomi dilakukan dari, oleh dan untuk rakyat di
bawah pengawasan pemerintah.
Dan sistem ekonomi yang digali dan dibangun dari
nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat Indonesia. Beberapa prinsip dasar yang
ada dalam SEP tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan,
nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi
kerakyatan, dan keadilan.
Ø
Ciri-ciri utama sistem
ekonomi Indonesia:
a)
Landasan pokok
perekonomian Indonesia adalah pasal 33 UUD 1945.
b)
Demokrasi ekonomi
menjadi dasar kehidupan perekonomian Indonesia dengan ciri-ciri positif
Demokrasi Pancasila dipilih, karena memiliki ciriciri positif yang diantaranya
adalah (Suroso, 1993) :
·
Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
·
Cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
·
Bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasa oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
·
Sumber-sumber kekayaan
dan keuangan negara digunakan dngan permufakatan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada
lembaga-lembaga perwakilan pula.
·
Warga negara memiliki
kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan
pekerjaan dan penghidupan yang layak.
·
Hak milik perorangan
diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
masyarakat.
·
Potensi, inisiatif dan
daya kreasi setiap warga dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak
merugikan kepentingan umum.
·
Fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Seorang pakar senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri
pokok dari sistem ekonomi Pancasila yaitu : (Mubyarto, 1981).
1. Pengembangan koperasi penggunaan insentif sosial dan moral.
2. Komitmen pada upaya pemerataan.
3. Kebijakan ekonomi nasionalis
4. Keseimbangan antara perencanaan terpusat
5. Pelaksanaan secara terdesentralisas
Sistem Perekonomian
Indonesia sangat menentang adanya sistem Free
fight liberalism,
Etatisme, dan Monopoli
Dengan demikian, di
dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya:
·
Free
fight liberalism
Free
fight liberalism ialah adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga
memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah. Dengan dampak semakin
bertambah luasnya jurang pemisah kaya dan miskin.
·
Etatisme
Etatisme yaitu keikut sertaan
pemerintahan yang terlalu dominan sehingga mematikan motifasi dan kreasi dari
masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat.
·
Monopoli
Monopoli suatu bentuk
pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak
memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keinginan sang
monopoli
Pada awal perkembangan
perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokrasi,
dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan
etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an - tahun1957-an
merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia.
Demikian juga dengan sistem etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian
di tahun1960-an - masa orde baru. Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 -
tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana
ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut adalah:
1. Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha
pribumi.
2.
Program/ Sumitro Plan
tahun 1951.
3. Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
Namun demikian ke
semua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi
perekonomian Indonesia.
Beberapa faktor yang
menyebabkan kegagalan adalah:
·
Program-program
tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya, namun oleh
tokoh politik, dengan demikian keputusankeputusan yang dibuat cenderung menitik
beratkan pada masalah poitik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat
dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik lebih dominan,
seperti mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan
Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerahdaerah, dan masalah politik
sejenisnya.
·
Akibat
lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya dialokasikan untuk
kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan
perang.
·
Faktor
berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk
(sistem parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kabinet berganti
saat itu. Akibatnya program dan rencana yang telah disusun masing-masing
kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak
sempat berjalan.
·
Disamping
itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi
dari berbagai pihak. Disamping putusan individu/ pribadi, dan partai lebih
dominan daripada kepentingan pemerintah dan negara.
·
Adanya
kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak
sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950 – 1957) dan
etatisme (1958 – 1965)
Akibat
yang ditimbulkan dari sistem etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia pada
periode tersebut dapat dilihat pada bukit-bukit berikut:
·
Semakin
rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya
nilai eksport kita.
·
Hutang
luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’.
·
Defisit
anggaran negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan mencetak uang baru,
sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali. Keadaan tersebut
masih dipaparkan dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih besar dari
laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%.
Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia Setelah Orde
Baru
Iklim kebangsaan setelah Orde Baru
menunjukkan suatu kondisi yang sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya
sistem ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui
masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 – 1965, semua tokoh negara yang
duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat untuk kembali menempatkan sistem
ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat
dalam UUD 1945. Dengan demikian
sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila kembali satu-satunya
acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya. Awal Orde Baru
diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan, hampir di seluruh sektor
kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Rehabilitasi ini terutama ditujukan
untuk:
- Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian yang lama (liberal/ kapitalis dan etatisme/ komunis).
- Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat terhambatnya proses penyembuhan dan peningkatan kegiatan ekonomi secara umum.
Tercatat bahwa :
- Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
- Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
- Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85%
- Tingkat inflasi tahun 1969 sebesar 9,9%
Dari data di atas, menjadi jelas,
mengapa rencana pembangunan lima tahun pertama (REPELITA I) baru dimulai pada
tahun 1969. Sejak bergulirnya reformasi 1998, di Indonesia mulai dikembangkan
sistem ekonomi kerakyatan, di mana
rakyat memegang peranan sebagai pelaku utama namun kegiatan ekonomi lebiih
banyak didasarkan pada mekanisme pasar. Pemerintah mempunyai hak untuk
melakukan koreksi pada ketidaksempurnaan dan ketidakseimbangan pasar.
Ciri-ciri ekonomi kerakyatan
diantaranya adalah sebagai berikut :
- Berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat
- Memperhatikan pertumbuhan ekonomi, kepentingan sosial, dan nilai keadilan serta kualitas hidup
- Mewujudkan pembangungan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
- Menjamin kesempatan bekerja dan berusaha
- Memperlakukan seluruh rakyat secara adil
Sumber :
Wikipedia